Rabu, September 18, 2013

Pengertian Qalbu

Qolbu, ruh, nafsu dan akal adalah istilah yang serupa tapi tidak sama. Tidak jarang orang memberi makna yang salah terhadap qolbu, ruh, nafsu maupun akal. Imam al-Ghazali telah memberikan definisi arti qolbu, ruh, nafsu dan akal.
Qolbu
Qolbu disebut juga hati. Hati sesungguhnya memiliki dua pengertian, yakni fisik dan spiritual. Secara fisik hati merupakan daging yakni organ tubuh manusia yang tersimpan dan terlindungi oleh tulang belulang. Hati terletak di dada sebelah kiri. Bentuk hati seperti buah shanaubar sehingga sering dikatakan hati sanubari.Pada daging hati terdapat lubang dan jaringan yang halus. Di dalam lubang atau rongga terdapat darah hitam yang menjadi sumber ruh.
Hati secara spiritual merupakan sesuatu yang halus, rabbaniyah (ketuhanan), ruhaniah (kerohanian) dan mempunyai keterkaitan dengan hati yang jasmaniah.
Hati yang halus ialah hakikat manusia. Hatilah yang mengetahui, yang mengerti dan yang mengenal diri sendiri. Hatilah yang diajak bicara, disiksa, dicela dan dituntut Tuhannya. Hati dalam pengertian ini juga memiliki kaitan dengan jasmaniah. Hati terkait dengan akhlak terpuji yang direalisasikan oleh gerak tubuh. Hati menentukan sifat dan watak manusia yang tampak secara lahiriah.

Qolbu Menurut AL QUR’AN

Qolbu Menurut AL QUR’AN
“Kehebatan Alquran mengupas hati manusia”
Hati dalam bahasa arab di sebut dengan “qalb”. Sedangkan makna dari “Qalb” itu sendiri adalah membalikan. Namun ada pula yang menyebutnya dengan “al kabad”. Pemaknaan lughawy ini hanya sebagai dasar bahwa hati adalah bagian terpenting dalam tubuh dan pola pikir manusia.
Sedangkan di dalam Alquran sendiri di singgung mengenai hati dengan kata “Qalb”. Kata “Qalb” sendiri merupakan pemaknaan akan fungsinya. Di mana hati sangat rentan dan mudah untuk mewarnai atau diwarnai. Sekarang bicara merah, maka semenit kemudian bisa berubah menjadi putih. Sekarang bisa, sejam kemudian bisa berubah menjadi tidak bisa. Intinya, hati adalah bagian organ tubuh yang memiliki fungsi luar biasa. Dan pekerjaan hati tidak ada yang mengetahui kecuali dirinya saja dengan Sang Khaliq.
Nah, untuk menjadikan hati selalu baik, perlu keyakinan atau pikiran bahwa Allah SWT adalah yang dapat memonitor langsung isi hati kita. Dia tidak akan pernah luput dan lalai terhadap hati kita walaupun manusia dan makhluk lainnya tidak dapat menebak apa isi hati kita ini.
Untuk itulah karena hati sebagai sumber dari setiap tindakan manusia, maka ia memiliki peranan besar terhadap perbuatan-perbuatan. Dalam salah satu Kitab Imam Syafi’I menjelaskan, bahwa semua perbuatan manusia tergantung dari sepotong daging dalam tubuh. Jika ia baik, maka baiklah seluruh perbuatannya. Sebaliknya, jika ia buruk, maka buruklah semua amal perbuatannya, dia lah hati.
Ungkapan ulama atau pun hadist tidaklah berlebihan ketika hati memiliki peranan besar terhadap sikap, tindakan dan perbuatan manusia. Tidak sedikit pun perbuatan manusia, kecuali ia dimulai dari isi hatinya yang terdalam.
Dalam masalah peranan hati terhadap perbuatan manusia, Islam menyikapinya dengan bijak, khusus kepada umat Muhammad SAW, bahwa siapa pun yang ingin melakukan kebaikan. Cukup bermodalkan niat yang terbersit dalam hati, maka Allah telah memberikan balasan niat baiknya itu walaupun ia tidak mengerjakannya sebab lupa dan lain sebagainya. Sebaliknya, dalam masalah perbuatan buruk, siapa pun tidak akan di kenakan dosa oleh Nya selama hanya terbersit dalam hati.
Contohnya adalah Ridwan berniat pada suatu malam ingin melaksanakan shalat Tahajud, namun sebab lain hal, ia lupa tidak melakukannya hingga menjelang fajar. Maka pada hal demikian, Ridwan tetap diberikan nilai pahala oleh Allah SWT sebab niat baiknya untuk melaksanakan sholat Tahajud.
Begitu pula apabila Ridwan hanya memiliki niat untuk mencuri, tetapi perbuatannya tersebut urung dilakukan, alias tidak eprnah terjadi, maka pada posisi demikian, ia tidak berdosa sama sekali walaupun pernah terbersit dalam hatinya.
Ini lah salah satu karunia terbesar Allah SWT bagi hati setiap muslim, bahwa ia diberikan keistimewaan yang luar biasa. Dan keistimewaan tersebut seakan Allah telah mengetahui, bahwa hati manusia selalu berbalik dan berputar arah. Oleh karenanya, Allah SWT menganjurkan setiap hamba Nya untuk selalu berdoa agar di dibalikan hatinya dari jalan yang buruk kepada jalan yang baik.
Di samping itu pula, hati agar hati selalu baik dan memiliki peranan yang baik pula, maka hendaknya iman ditanam lebih dalam dan pertama kali daripada hal lainnya. Keimanan merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar lagi untuk membekali hati pertama kali. Untuk itu, beriman adalah apabila hatinya telah mengakui dan meyakini atas apa yang telah Allah ajarkan.
Menjadi sia-sia apabila ada hati kosong belaka tanpa keimanan kepada Nya. atau hati hanya di isi oleh hal-hal yang sifatnya fana, seperti keinginan memiliki harta duniawi, rumah mewah, emas melimpah dan lain sebagainya. Semua itu sama sekali tidak akan menolong empunya jika kelak telah berpulang keharibaan Allah SWT.
Beruntunglah orang-orang yang telah mengisi hatinya dengan keimanan kepada Allah SWT. Karena bekal itulah yang akan membedakannya kelak di Akhirat di antara orang-orang Kafir. Hal ini di tegaskan dalam Alquran sebagai berikut:
$yg•ƒr’¯»tƒ ãAqß™§9$# Ÿw y7Râ“øts† šúïÏ%©!$# tbqãã̍»|¡ç„ ’Îû ̍øÿä3ø9$# z`ÏB šúïÏ%©!$# (#þqä9$s% $¨YtB#uä óOÎgÏdºuqøùr’Î/ óOs9ur `ÏB÷sè? öNßgç/qè=è% ¡
Artinya:
“hari rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, Yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka:”Kami telah beriman”, Padahal hati mereka belum beriman.” ( QS Al Maaidah: 41 )
Ayat di atas hanya menyinggung pusat sebenar-benarnya keimanan adalah di hati. Mulut hanya sebagai penguat. Namun masalah interkasi dengan Allah SWT harus memiliki keimanan hati yang maksimal. Ia bukan sebuah permainan yang di ucapkan hanya untuk memenuhi kebutuhan legal manusia saja.
Berapa banyak manusia yang melakukan kebohongan iman dalam hatinya melalui mulutnya dengan kembali kepada jalan kesesatan walau pun setelah mengucapkan Syahadat kepada Allah SWT dan Rasul. Benar tidaknya menguapkan keimanan kepada Allah SWT dengan mulutnya, hanya Allah lah saja yang mengetahui semua itu. Karena urusan hati adalah wilayah Nya.
Al quran berbicara mengenai hati manusia secara lengkap. Lebih detail dan utuh, terutama tujuan dari penciptaan hati bagi manusia. Bagi manusia, hati adalah ciptaan Nya yang unik. Rasa sedih, bahagia, senang dan lain sebagainya hanya dapat dirasakan oleh kehadiran hati. Bak lidah yang dapat merasakan berbagai rasa. Mulai pahit, asin, manis pedas dan lain sebagainya.
Empat belas abad yang lalu, nabi Muhammad SAW telah mengalami sesuatu yang sangat istimewa terkait hatinya. Ia diberikan keistimewaan oleh Alah pertama kali adalah hatinya. Di mana dalam catatan sejarah, bahwa beliau di bersihkan hatinya dari sifat-sifat dan perbuatan yang dapat melanggar perintah Nya.
Di usia yang relatif kecil, Muhammad telah mengalami sesuatu yang dahsyat dalam hidupnya. Tidak ada yang mengetahui tujuan dari scenario Allah tersebut. Namun semua jagad manusia sampai detik ini hanya meyakini, bahwa Allah akan memberikan yang terbaik bagi Rasul Nya tersebut.
Syahdan, keyakinan umat manusia akan tujuan Allah terhadap pembersihan hati Rasul Nya itu terbukti. Tidak pernah dalam sejarahnya Nabi SAW melakukan kemaksiatan kepada Allah. Atau melakukan pelanggaran kepada Nya, kecuali dalam hal kecil ia akan segera di ingatkan oleh Nya.
Untuk itulah, ia memliki sifat ma’sum ( terjaga dari kesalahan ) yang berbeda dengan manusia pada umumnya. Dan Alquran mencatat pula, setiap orang haryus hati-hati terhadap pikiran yang dikuasai oleh hatinya yang negatif. Sedikit saja lengah terhadap Allah SWT, maka ia mudah untuk dimasuki oleh Syetan. Penyakit-penyakit hati akan mudah bersemayam. Kegelisahan hati akan kian kentara dan susah untuk mengontrol nafsu. Tidak lah disebut sebagian manusia dengan sebutan munafik kecuali dalam hatinya ada beberapa penyakit berbahaya.
Dan sifat Nifaq merupakan sifat yang akan menggerogoti kebaikan seseorang. Seakan ia berbuat baik, namun ia melakukannya bukan karena Allah SWT. Atau ia banyak berbuat ingkar janji tidak sesuai dengan isi hatinya. Atau ia melakukan perbuatan seakan karena Nya, padahal ia melakukannya demi sesuatu yang fana.
Riya, nifaq, hasad atau dengki dan lain sebagainya adalah di anatar sebagian penyakit hati yang siap menggerogoti kebaikan seseorang jika ia tidak mampu mengontrolnya. Tatkala nafsu menguasai, maka bersegeralah untuk memohon kepada Allah SWT. Karena ketika seseorang ingat kepada Nya, sebenarnya ia sedang berusaha untuk minta dijauhkan dari kecenderungan hati yang buruk yang telah dikuasai oleh nafsu.
Dan mendatangi Allah SWT harus dengan memohon, alias berdoa agar hati selalu cenderung kepada kebaikan tatkala nafsu mulai mengajak kepada kejelekan. Dengan keyakinan penuh di dalam hati, semua dapat dipastikan akan terhindar dari kemungkaran.
Dalam bahasa lainnya, Islam pun memandang bahwa Akhlaq atau etika yang baik bermula dari hati, dan hal itu menjadi menu pembahasan utama di dalam Alquran. Karena Alquran berkonsentrasi dalam masalah Tauhid, Syariat dan Akhlaq.
Jika hati menjadi prioritas dalam Alquran karena berkaitan dengan Akhlaq yang menjadi pilar utama dalam Islam, maka sendi-sendi yang menjadi penopang kebutuhan Akhlaq seperti kesempurnaan akal, pola berpikir dan lain sebagainya menjadi bagian yang sangat oenting pula untuk di miliki.
Di perlihatkannya Akhlaq Islam oleh Allah SWT adalah melalui nabi Muhammad SAW. Beliau di katakana sebagai Akhlaq Alquran. Jika kita membaca sejarah beliau, tidak ada satu pun Akhlaqnya yang negatif, kecuali bagi mereka yang sedari awal tidak menyukai Islam.
Benar, bahwa sejak awal kali Islam turun di Jazirah Arabia, orang-orang yang tidak suka Islam akan selalu berusaha menjegal dan menghalangi bahkan mengatakan bahwa Islam itu adalah agama dan ajaran yang tidak benar sehingga tidak patut di ikuti.
Mari lah kita telaah sejenak, kalau anda pernah berkeliling dunia atau paling tidak menemukan agama lain beribadah, maka di sana akan banyak sekali perbedaannya. Factor Akhlaq/etika tidak menjadi penentu utama dalam ibadahnya.
Sebagai contoh, ketika seorang muslim akan melakukan ibadah sholat, maka ia diwajibkan untuk menuntup seluruh Auratnya yang diajarkan. Sebab auratnya akan menjadi penentu secara syar’i akan diterima tidaknya seluruh amal sholatnya. Sah atau tidaknya sangat bergantung kepada aurat. Antara aurat laki-laki dan wanita masing-masing akan berbeda. Tidak seperti penulis pernah dengar dari seorang teman, bahwa di suatu Negara ada seseorang yang melakukan ibadah ( di luar Islam ) dan sama sekali dalam masalah berpakaian yang merupakan bagian aurat dalam Islam bukan bagian terpenting. Seakan mereka tidak memahami apa yang sedang mereka lakukan. Jika mereka menghadap tuhannya saja seperti demikian, bagaimana dengan interaksi antar sesama. Tentunya inilah rahasia Allah SWT mengajarkan kepada hamba-hamba Nya dalam beribadah agar senantiasa memakai aturan yang telah diajarkan dalam Alquran dan Alhadist. Ibarat memakan daging yang baik adalah yang dianjurkan dengan cara di sembelih bukan cara lainnya walau pun sama-sama pada akhirnya binatang yang akan diambil dagingnya itu mati.namun emmakand ari cara yang baik yang diajarkan akan memberikan efek positif pada hal lainnya. Karena dalam Islam apa pun yang dilakukan manusia, apa pun yang di makannya, maka ia akan memberikan asupan kepada seluruh unsure tubuh manusia, baik secara fisik, jiwa, hati dan lain sebagainya.
Harta yang yang dimakan adalah yang halal secara usaha, baik secara jenis berkah secara hasil. Bukan hanya di lihat dari sisi harta bisa di makan atau tidak. Mengenyangkan perut atau tidak. Karena Islam memandang, bahwa harta dapat memberikan efek yang luar biasa pada fisik, sikap, perbuatan dan tentunya hati serta pemikiran manusia itu sendiri.
Semakin baik dan dengan cara yang syar’i maka akan semakin memberikan efek positif bagi kehidupannya. Dalam Hadist telah ditegaskan, bahwa sebaik-baik harta adalah yang dihasilkan seseorang dasi hasil usahanya sendiri.
Sumber:

REPOST :  http://obatqalbu.wordpress.com/qalbu/pengertian-qalbu/

Minggu, September 15, 2013

Pengertian Qanaah

Posted by Ibnu Nurdin | 2:15 PM
Qanaah ialah menerima dengan cukup.

Qanaah itu mengandung lima perkara:

  1. Menerima dengan rela akan apa yang ada.
  2. Memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan berusaha.
  3. Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan.
  4. Bertawakal kepada Tuhan.
  5. Tidak tertarik oleh tipu daya dunia.

Itulah yang dinamai Qanaah, dan itulah kekayaan yang sebenarnya.

Rasulullah saw bersabda:

"Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak harta,, kekayaan ialah kekayaan jiwa".

Ertinya: Diri yang kenyang dengan apa yang ada, tidak terlalu haloba dan cemburu, bukan orang yang meminta lebih terus terusan. Kerana kalau masih meminta tambah, tandanya masih miskin.

Rasulullah saw bersabda juga:

Ertinya:

"Qanaah itu adalah harta yang tak akan hilang dan pura (simpanan) yang tidak akan lenyap". (HR. Thabarai dari Jabir).

Orang yang mempunyai sifat qanaah telah memagar hartanya sekadar apa yang dalam tangannya dan tidak menjalar fikirannya kepada yang lain.

Barangsiapa yang telah beroleh rezeki, dan telah dapat yang akan dimakan sesuap pagi sesuap petang, hendaklah tenangkan hati, jangan merasa ragu dan sepi. Tuan tidak dilarang bekerja mencari penghasilan, tidak disuruh berpangku tangan dan malas lantaran harta telah ada, kerana yang demikian bukan qanaah, yang demikian adalah kemalasan. Bekerjalah, kerana manusia dikirim ke dunia buat bekerja, tetapi tenangkan hati, yakinlah bahawa di dalam pekerjaan itu ada kalah dan menang. Jadi tuan bekerja lantaran memandang harta yang telah ada belum mencukupi, tetapi bekerja lantaran orang hidup tak boleh menganggur.

Hal ini kerap menerbitkan salah sangka dalam kalangan mereka yang tidak faha rahsia agama. Mereka lemparkan kepada agama suatu tuduhan, bahawa agama memundurkan hati bergerak. Agama membawa manusia malas, sebab dia sentiasa mengajak umatnya membenci dunia, terima saja apa yang ada, terima saja takdir, jangan berikhtiar melepaskan diri. Sebab itu, bangsa yang tidak beragama beroleh kekayaan, bangsa yang zuhud terlempar kepada kemiskinan katanya!

Tuduhan demikian terbit lantaran salah perasangka pemeluk agama sendiri. Mereka sangka bahawa yang bernama qanaah ialah menerima saja apa yang ada, sehingga mereka tidak berikhtiar lagi. Mereka namai taqwa orang yang hanya karam dalam mihrab. Mereka katakan soleh orang yang menjunjung serban besar, tetapi tidak memperdulikan gerak geri dunia. Mengatur hidup, mengatur kepandaian, ilmu dunia, semuanya mereka sangka tidak boleh dilarang agama! Sebab kesalahan persangkaan pemeluk agama itu, salah pulalah persangkaan orang yang tidak terdidik dengan agama, bukan kepada pemeluk agama yang salah pasang itu, tetapi salah sangka kepada agama sendiri.

Intisari pelajaran agama ialah menyuruh qanaah itu, qanaah hati, bukan qanaah ikhtiar. Sebab itu terdapatlah dalam masa sahabat-sahabat Rasulullah saw, orang kaya-kaya, berwang, berharta berbilion, beruma sewa, berunta banyak, memperniagakan harta benda keluar negara, dan mereka qanaah juga. Faedah qanaah amat besar di waktu harta itu terbang dengan tiba-tiba.

Sri baginda ratu Belanda Wilhelmina seorang ratu yang masyhur mempunyai pendirian qanaah ini. Puteri Yuliana, disuruh mempelajari segala macam kepandaian yang perlu untuk menjaga hidup sehari-hari, disuruh belajar menjahit, memasak, menyulam dan lain-lain. Ketika ditanyai orang kepada baginda apa maksud yang demiian, baginda menjawab kira-kira demikian.

"Tipu daya dunia tak dapat dipercayai, ini hari kita dipujuknya, besok mana tahu kita diperdayakannya, sebab itu kita tak boleh harap dengan yang ada, dan tak boleh cemas menempuh apa yang akan terjadi".

"Tipu daya dunia tak dapat dipercayai, ini hari kita dipujuknya, besok mana tahu kita diperdayakannya, sebab itu kita tak boleh harap dengan yang ada, dan tak boleh cemas menempu apa yang akan terjadi".

Inilah pendirian yang sepantasnya bagi seorang raja, terutama di zaman demokrasi, kerani nasib tidak dapat ditentukan, berapa banyak raja yang lebih besar dari Ratu Wilhelmina, dan Yuliana terpaksa meninggalkan singgahsananya. Pelajari hidup bersakit, kerana nikmat tidaklah kekal.

Maksud qanaah itu amatlah luasnya. Menyuruh percaya yang betul-betul akan adanya kekuasaan yang melebihi kekuasaan manusia, menyuruh sabar menerima ketentuan Ilahi jika ketentuan itu tidak menyenangkan diri, dan bersyukur jika dipinjamiNya nikmat, sebab entah terbang pula nikmat itu kelak. Dalam hal yang demikian disuruh bekerja, kewajipan belum berakhir. Kita bekerja bukan lantaran meminta tambahan yang telah ada dan tak merasa cukup pada apa yang dalam tangan, tetapi kita bekerja, sebab orang hidup mesti bekerja.

Itulah maksud qanaah.

Nyatalah salah persangkaan orang yang mengatakan qanaah ini melemahkan hati, memalaskan fikiran, mengajak berpangku tangan. Tetapi qanaah adalah modal yang paling teguh untuk menghadapi penghidupan, menimbulkan kesungguhan hidup yang betul-betul (enerti) mencari rezeki. Jangan takut dan gentar, jangan ragu-ragu dan syak, mantapkan fikiran, teguhkan hati, bertawakal kepada Tuhan, mengharapkan pertolonganNya, serta tidak merasa kesal jika ada keinginan yang tidak berhasil, atau yang dicari tidak dapat.

Kenapa kita ragu-ragu, padahal semuanya sudah tertulis lebih dahulu pada azal, menurut jalan sebab dan musabab.

Ada orang yang putus asa dan membuat bermacam-macam 'boleh jadi' terhadap Tuhan. Dan berkata:

"Boleh jadi saya telah ditentukan bernasib buruk, apa guna saya berikhtiar lagi. Boleh jadi saya telah ditentukan masuk neraka, apa guna saya bersembahyang".

Ini namanya syu'uahan, jahat sangka dengan Tuhan, bukan husnus zhan, baik sangka. Lebih baik merdekakan fikiran diri dari syu'uzhan itu. Faham demikian tidak berasal dari pelajaran agama, tetapi dari pelajaran falsafah yang timbul setalah ulama-ulama Islam bertengkar-tengkar tentang takdir, tentang azali, tentang qadha dan qadar.

Tak mungkin Allah akan begitu kejam, menentukan saja seorang mesti masuk neraka, padahal dia mengikut perintah Allah?

Kembali kepada qanaah tadi, maka yang sebaik-baiknya ubat buat menghindarkan segala keraguan dalam hidup, ialah berikhtiar an percaya kepada takdir. Hingga apa pun bahaya yang datang kita tidak syak dan ragu Kita tidak lupa ketika untung, dan tidak cemas ketika rugi. Siapa yang tidak berperasaan qanaah, ertiya dia tak percaya takdir, tak sabar, tak tawakal. Mesti tak dapat dia tak percaya takdir, tak sabar, tak tawakal. Mesti tak dapat tidak, fikirannya kacau, lekas marah,penyusah, dan bilamana tidak, fikirannya kacau, lekas marah, penyusah,dan bilamana beruntung lekas pembangga. Dia lari dari yang ditakutiya, tetapi yang ditakuti itu berdiri di muka pintu, sebagaimana orang yang takut mengingat-ingat, barang yang diingat-ingat, kian dicubanya melupakan teringat itu, kian teguh dia berdiri di ruang matanya.

Ini semuanya tidak terjadi pada orang beriman yang redha menerima apa yang tertentu dalam azal. Meskipun susah atau senang, miskin atau kaya, semua hanya pada pandangan orang luar. Sebab dia sendiri adalah nikmat, dan kekayaan dalam perbendaharaan yang tiada ternilai harganya, 'pada lahirnya azab, pada batinnya rahmat'. Jika ditimpa susah, dia senang sebab dapat mengingat kelemahan dirinya dan kekuatan Tuhannya, jika dihujani rahmat, dia senang pula, sebab dapat bersyukur.

Qanaah, adalah tiang kekayaan yang sejati. Gelisah adalah kemiskinan yang sebenarnya. Tidak dapatlah disamakan lurah dengan bukit, tenang dengan gelisah, kesusahan dan kesukaan, kemenangan dan kekalahan, putus asa dan cita-cita. Tak dapat disamakan orang yang sukses dengan orang yang muflis.

Keadaan-keadaan yang terpuji itu terletak pada qanaah, dan semua yang tercela ini terletak pada gelisah. 


REPOST : http://calipso-tasaufmoden.blogspot.com/2008/10/pengertian-qanaah.html

Qalbu: Ust. Abdul AzizIstiqomah, Kunci Sukses Dunia Akhe...

Qalbu: Ust. Abdul Aziz
Istiqomah, Kunci Sukses Dunia Akhe...
: Ust. Abdul Aziz Istiqomah, Kunci Sukses Dunia Akherat Oleh: Abdul Aziz Merupakan kebahagian tersendiri bagi orang tua apabila mempuny...